Untukmu Sahabatku, yang aku sayangi 1

Bagaimana kabarmu sahabatku? Telah lewat beberapa bulan kau tidak menghiraukanku.
Kita juga tak saling sapa, tak saling mengenal atau bahkan mungkin sudah melupakan kalau kita memang pernah kenal…
Sejujurnya, aku kangen. Pada kebersamaan kita, pada canda tawa kita, pada perhatian dan kebaikan hatimu juga pada cerita-cerita sedihmu.

Adakah kau merasakan rindu yang sama, sahabat? Bila kau merindukannya, bukalah hatimu untuk memaafkanku, bila kau tidak, maka kau harus memaafkanku demi cintamu pada Yang Maha Pemaaf.

Bukankah kau sangat mengetahui bahwa Dia membenci umat yang memutuskan silaturahim?
Hari-hari telah berlalu sedang Rasul-Mu memberi batas waktu tiga hari saja.

Sejak kata-kataku pada waktu itu , sikapmu berubah padaku. Sejak itu pula aku terus bertanya-tanya.

Apakah sebuah kesalahan bila aku ingin menjadi cermin bagi dirimu, sahabatku?
Barisan kalimat yang kurangkai dengan sayang, semata ingin agar kau bangkit dari keterpurukan, membalut luka, menghapus air mata, untuk kemudian melangkah dengan kelapangan dada.

Ah, sahabatkuaku memang tak cukup arif untuk memberimu nasihat.
Mungkin seharusnya aku tetap menjadi pendengar yang baik dan motivator bagimu.
Tak sepatutnya aku menasihatimu di saat kepercayaanmu padaku belum lagi pulih.
Yah… walau kau coba menguburnya jauh di dasar hatimu, aku dapat merasakan kepercayaan itu tidak mudah untuk kau hadirkan kembali setelah konflik yang terjadi di antara kita beberapa bulan terakhir ini, bahkan semenjak kita mulai dekat, saat aku mulai merasakan sesuatu yang mungkin tidak semestinya ada. Semenjak saat itu, kita selalu terlibat konflik.
Entah aku yang memulainya karena perasaanku yang tak bisa ku pahami ini, atau karena sesuatu hal yang tak ingin diungkapkan dan mungkin ingin mengingkarinya.

Tapi aku tak pernah bisa untuk membiarkanmu sendiri, tak ada teman..inginku selalu ada saat kau sedang membutuhkan teman...sedang ingin bercerita tentang masalahmu, terutama tentang orang yang kau sayangi...
Aku berusaha untuk bisa menjadi pendengar yang baik dan pemberi solusi.
Aku hanya ingin bisa menjadi yang terbaik buatmu...

Malam itu, usai waktu maghrib, entah kita berbicara apa.. 

Aku yakin saat itu akan berlangsung lama...namun,tidak..
aku menunggumu, mencoba membiarkanmu, apakah kau masih merasakan hal itu...
Kau menghancurkan rasa nyaman itu,
Aku ingin tahu apa sih sebenarnya yang kau rasakan itu???
Kenapa harus seperti ini, seolah-olah kau ingin mempermainkan perasaanku yang tulus ini...
mmm... ya..mungkin memang pantas!! pantas hatiku dan perasaanku kau mainkan,,,
mungkin juga karena kau merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan ini kepada orang lain..
aku  ingin bertanya suatu hal padamu…
Aku bener-bener bingung dengan sikapmu yang kadang tak bisa ku terima dengan logikaku…sehingga sering membuatku kecewa, marah, sedih, dan gila saat mengingat tingkahmu yang tidak karuan ini, sikapmu yang membuatku selalu merubah pandangan terhadapmu…
Kenapa sikapmu sering berubah?? kemaren kau bgini..hari ini kau bgitu…sulit buatku tuk memahami apa yang kamu mau…
Kau membuatku selalu membohongi perasaan…membohongi sikapku dihadapan orang banyak…mungkin mereka yang tidak tahu apa-apa tentang ini menganggap bahwa aku baik-baik aja..namun, aku tak bisa terus-terus begini…bersikap manis dihadapan oranglain, sok ketawa-ketawa, sok terlihat bahagia…padahal batinku tidak…
Mungkin itu juga yg kamu rasakan saat ini…
Tapi aku pengen..gag ada lagi kemunafikan ini…aku lelah membohongi dan memunafikkan diri ku…dan aku yakin kamu juga merasakan demikian..
Kalaupun tak bisa, aku pengen kita saling menjaga perasaan…aku menjaga perasaanmu, dan kamu juga menjaga perasaanku..
Aku hanya ingin tak ada lagi konflik..pengen kita deket kayak dulu… (kalaupun masih bisa dan kamu jg menginginkannya)

Sebisa mungkin kuluangkan waktu untuk mendengar keluhan-keluhanmu, bahkan terkadang aku terlalu ingin menyelam jauh ke dasar hatimu, yang kau tanggapi dengan dingin.
Tapii…
Hidup begitu penuh dengan pilihan . . .
Hidup atau tidak hidup (untuk tidak mengatakan ‘mati’), berjumpa atau berpisah,
mendekat atau menghindar, mempertahankan atau melepaskan, mengingat atau melupakan . . .
Dan berjumpa denganmu adalah awal . . . ketika aku memulai segalanya untuk:
mengenalmu, jatuh hati padamu, mendekatimu, merasa sakit lantaran merindukanmu, berbahagia, mencintaimu, mengharapkanmu, mengira tak cukup baik bagimu, mempertahankanmu… hingga pada satu titik melepaskanmu…

Kadang aku bertanya, bagaimana situasi akan berpihak padaku ketika aku yang dulu justru berdebat dengan waktu perihal kehadiranmu . . .
Tentu tidak akan sama…
Tapi segalanya sudah terlewati, bukan?
Aku dengan kehidupanku, sedang dirimu dengan kehidupanmu.
Maka pada akhirnya aku memilih untuk… terus mengingat kenangan, tentang aku dan kamu..
Bukan untuk menyesali, tapi mensyukuri hadirmu.. walau dalam jenak…
“Terima kasih.”
Sudahkah aku mengatakannya padamu?
Jangan kira kamu mengerti tentang aku.
Mungkin itu kata yang akan kau ucapkan ketika aku berbicara didepanmu dan sok tahu tentang semua perihal yang ada padamu..
Kau benar sahabat, satu tahun belumlah cukup untuk aku dapat mengerti dirimukarena itu, ijinkan aku tetap di sisimu untuk berusaha lebih keras lagi belajar mengerti.

Sahabatku, maafkanlah aku, bukalah hatimu untuk kembali mempercayaiku, untuk kembali merajut persahabatan yang indah seperti dulu,
Kita mengetahui semuanya akan berakhir seperti ini,
karena sedari awalpun sesungguhnya kita sudah mengadakan persiapan
untuk itu.
Tapi tetap saja, bila waktu itu akhirnya tiba dan menghampiri kita
akan ada semburat kesedihan yang kita rasakan.

0 komentar:

Posting Komentar