Kita juga tak saling sapa, tak saling mengenal atau
bahkan mungkin sudah melupakan kalau kita memang pernah kenal…
Sejujurnya, aku kangen. Pada kebersamaan kita, pada
canda tawa kita, pada perhatian dan kebaikan hatimu juga pada cerita-cerita
sedihmu.
Adakah kau merasakan rindu yang sama, sahabat? Bila
kau merindukannya, bukalah hatimu untuk memaafkanku, bila kau tidak, maka kau
harus memaafkanku demi cintamu pada Yang Maha Pemaaf.
Bukankah kau sangat mengetahui bahwa Dia membenci umat
yang memutuskan silaturahim?
Hari-hari telah berlalu sedang Rasul-Mu memberi batas waktu tiga
hari saja.
Sejak kata-kataku pada waktu itu , sikapmu berubah
padaku. Sejak itu pula aku terus bertanya-tanya.
Apakah sebuah kesalahan bila aku ingin menjadi cermin
bagi dirimu, sahabatku?
Barisan kalimat yang kurangkai dengan sayang,
semata ingin agar kau bangkit dari keterpurukan, membalut luka, menghapus air
mata, untuk kemudian melangkah dengan kelapangan dada.
Ah, sahabatku
aku memang tak cukup arif
untuk memberimu nasihat.
Mungkin seharusnya aku tetap menjadi pendengar yang
baik dan motivator bagimu.
Tak sepatutnya aku menasihatimu di saat kepercayaanmu
padaku belum lagi pulih.
Yah
walau kau coba menguburnya jauh di dasar hatimu, aku
dapat merasakan kepercayaan itu tidak mudah untuk kau hadirkan kembali setelah
konflik yang terjadi di antara kita beberapa bulan terakhir ini, bahkan
semenjak kita mulai dekat, saat aku mulai merasakan sesuatu yang mungkin tidak
semestinya ada. Semenjak saat itu, kita selalu terlibat konflik.
Entah aku yang memulainya karena perasaanku yang tak
bisa ku pahami ini, atau karena sesuatu hal yang tak ingin diungkapkan dan
mungkin ingin mengingkarinya.
Tapi aku tak pernah bisa untuk membiarkanmu sendiri,
tak ada teman..inginku selalu ada saat kau sedang membutuhkan teman...sedang
ingin bercerita tentang masalahmu, terutama tentang orang yang kau sayangi...
Aku berusaha untuk bisa menjadi pendengar yang baik
dan pemberi solusi.
Aku hanya ingin bisa menjadi yang terbaik buatmu...
Malam itu, usai waktu maghrib, entah kita berbicara
apa..
Aku yakin saat itu akan berlangsung
lama...namun,tidak..
aku menunggumu, mencoba membiarkanmu, apakah kau masih
merasakan hal itu...
Kau menghancurkan rasa nyaman itu,
Aku ingin tahu apa sih sebenarnya yang kau rasakan
itu???
Kenapa harus seperti ini, seolah-olah kau ingin
mempermainkan perasaanku yang tulus ini...
mmm... ya..mungkin memang pantas!! pantas hatiku dan perasaanku
kau mainkan,,,
mungkin juga karena kau merasakan hal yang sama
seperti yang aku rasakan ini kepada orang lain..
aku ingin bertanya suatu hal padamu…
Aku bener-bener bingung dengan sikapmu yang
kadang tak bisa ku terima dengan logikaku…sehingga sering membuatku kecewa,
marah, sedih, dan gila saat mengingat tingkahmu yang tidak karuan ini, sikapmu
yang membuatku selalu merubah pandangan terhadapmu…
Kenapa sikapmu sering berubah?? kemaren kau bgini..hari ini
kau bgitu…sulit buatku tuk memahami apa yang kamu mau…
Kau membuatku selalu membohongi perasaan…membohongi
sikapku dihadapan orang banyak…mungkin mereka yang tidak tahu apa-apa tentang ini menganggap bahwa
aku baik-baik aja..namun, aku tak bisa terus-terus begini…bersikap
manis dihadapan oranglain, sok ketawa-ketawa, sok terlihat bahagia…padahal
batinku tidak…
Mungkin itu juga yg kamu rasakan saat ini…
Tapi aku pengen..gag ada lagi kemunafikan
ini…aku lelah membohongi dan memunafikkan diri ku…dan aku yakin kamu juga
merasakan demikian..
Kalaupun tak bisa, aku pengen kita saling menjaga
perasaan…aku menjaga perasaanmu, dan kamu juga menjaga perasaanku..
Aku hanya ingin tak ada lagi konflik..pengen kita
deket kayak dulu… (kalaupun masih bisa dan kamu jg menginginkannya)
Sebisa mungkin kuluangkan waktu untuk mendengar keluhan-keluhanmu, bahkan
terkadang aku terlalu ingin menyelam jauh ke dasar hatimu, yang kau tanggapi
dengan dingin.
Tapii…
Hidup begitu penuh dengan pilihan . . .
Hidup atau tidak hidup (untuk tidak mengatakan ‘mati’),
berjumpa atau berpisah,
mendekat atau menghindar, mempertahankan atau melepaskan, mengingat atau melupakan . . .
mendekat atau menghindar, mempertahankan atau melepaskan, mengingat atau melupakan . . .
Dan berjumpa denganmu adalah awal . . . ketika aku
memulai segalanya untuk:
mengenalmu, jatuh hati padamu, mendekatimu, merasa sakit lantaran merindukanmu, berbahagia, mencintaimu, mengharapkanmu, mengira tak cukup baik bagimu, mempertahankanmu… hingga pada satu titik melepaskanmu…
mengenalmu, jatuh hati padamu, mendekatimu, merasa sakit lantaran merindukanmu, berbahagia, mencintaimu, mengharapkanmu, mengira tak cukup baik bagimu, mempertahankanmu… hingga pada satu titik melepaskanmu…
Kadang aku bertanya, bagaimana situasi akan berpihak
padaku ketika aku yang dulu justru berdebat dengan waktu perihal kehadiranmu .
. .
Tentu tidak akan sama…
Tapi segalanya sudah terlewati, bukan?
Aku dengan kehidupanku, sedang dirimu dengan
kehidupanmu.
Maka pada akhirnya aku memilih untuk… terus mengingat
kenangan, tentang aku dan kamu..
Bukan untuk menyesali, tapi mensyukuri hadirmu.. walau
dalam jenak…
“Terima kasih.”
Sudahkah aku mengatakannya padamu?
Jangan kira kamu mengerti tentang aku.
Mungkin itu kata yang akan kau ucapkan ketika aku
berbicara didepanmu dan sok tahu tentang semua perihal yang ada padamu..
Kau benar sahabat, satu tahun belumlah cukup untuk aku
dapat mengerti dirimu
karena itu, ijinkan aku tetap di sisimu untuk berusaha
lebih keras lagi belajar mengerti.
Sahabatku, maafkanlah aku, bukalah hatimu untuk
kembali mempercayaiku, untuk kembali merajut persahabatan yang indah seperti
dulu,
Kita mengetahui semuanya akan berakhir seperti ini,
karena sedari awalpun sesungguhnya kita sudah
mengadakan persiapan
untuk itu.
untuk itu.
Tapi tetap saja, bila waktu itu akhirnya tiba dan
menghampiri kita
akan ada semburat kesedihan yang kita rasakan.
akan ada semburat kesedihan yang kita rasakan.
0 komentar:
Posting Komentar